Diposkan pada review buku

a very large expanse of sea

❝ The more I got to know people, the more I realized we were all just a bunch of frightened idiots walking around in the dark, bumping into each other and panicking for no reason at all. ❞

A Very Large Expanse of Sea by Tahereh Mafi

Today, Jan 8 2019, I’ve just finished reading the first English novel I’ve ever read in my life. Jadi, buku yang gue baca ini judulnya “A Very Large Expanse of Sea” karya Tahereh Mafi. Novel ini bercerita tentang seorang remaja perempuan berumur 16 tahun berna Shirin. Shirin adalah seorang Muslim berhijab keturunan Iran yang lahir dan besar di Amerika. Here’s the synopsis of the book.

It’s 2002, a year after 9/11. It’s an extremely turbulent time politically, but especially so for someone like Shirin, a sixteen-year-old Muslim girl who’s tired of being stereotyped.

Shirin is never surprised by how horrible people can be. She’s tired of the rude stares, the degrading comments—even the physical violence—she endures as a result of her race, her religion, and the hijab she wears every day. So she’s built up protective walls and refuses to let anyone close enough to hurt her. Instead, she drowns her frustrations in music and spends her afternoons break-dancing with her brother.

But then she meets Ocean James. He’s the first person in forever who really seems to want to get to know Shirin. It terrifies her—they seem to come from two irreconcilable worlds—and Shirin has had her guard up for so long that she’s not sure she’ll ever be able to let it down.

Menurut gue, sinopsisnya cukup menjelaskan isi novel keseluruhan. Novel ini berlatar tahun 2002, beberapa bulan setelah peristiwa 9/11 runtuhnya menara kembar gedung WTC New York. Shirin dan keluarganya mendapat banyak perlakuan rasis dari orang-orang di sekitar mereka, bahkan di lingkungan tempat tinggal. Diliatin dan diomongin orang-orang di tempat umum udah kayak hal yang biasa banget buat Shirin. Karena itu pula dia jadi sering pindah tempat tinggal yang otomatis pindah sekolah sampai belasan kali, karena perlakuan orang-orang di sekitarnya who always told Shirin and her family to move to her ‘hometown’ in Middle East—but she was born and raised in US, anyway.

Di sekolah barunya, Shirin didn’t make  friends with anyone. Her only one ‘friend’ was her brother, Navid. Sampai suatu hari dia nggak sengaja ketemu—karena ngambil kelas yang sama—sama seorang cowok, namanya Ocean. Ini dia nih, yang bikin kenapa judulnya ‘A Very Large Expanse of Sea’ (menurut gue).

Ocean had made me want to find all the other good people in the world and hold them close.

Di kelas Biologi, Shirin dan Ocean satu kelompok, meneliti kucing mati, dan dilakukan selama dua bulan tiap minggu. So, they eventually get close, dan jadi sering ngobrol. Ocean ini sama sekali nggak pernah mempermasalahkan seorang Shirin yang Muslim dan berhijab, and he want to make friend with Shirin. Shirin yang belum pernah berada di situasi kayak gitu, ya.. bingung. Banyak banget pertanyaan-pertanyaan buat si Ocean dan dirinya sendiri, lebih ke “how should I handle this?

Dan dari quotes yang paling awal tadi, dari novel ini gue sadar kalo sebenernya kita (orang-orang di sekitar gue, di SMA terutama, yang lagi di masa-masa paling absurd seumur hidup) ini cuma orang-orang yang mencoba buat ngelakuin sesuatu yang kita anggap benar. Kita mencoba buat baca situasi, dan bingung gimana cara ngehadapinnya, dan amat sangat lumrah jika ngelakuin kesalahan. But, we have to ikhtiar too :]

I was tired of focusing on my own anger. I was tired of focusing only on my memories of terrible people and the terrible things they’d said and done to me. I was tired of it. The darkness took up too much valuable real estate in my head.

Selebihnya, kalian harus baca novel ini langsung! Ceritanya bagus banget, penyampaian kata hati Shirin-nya yang membuat gue kayak ngerasain apa yang Shirin rasain, hehe. Keberanian Shirin yang mengacuhkan segala perkataan orang-orang tentang dirinya mengesankan banget. Mungkin gue nggak bakalan sekuat Shirin kalau ada di posisi itu. Keberanian Shirin yang selalu ngerasa ‘I also have a right to do this thing‘, dan berusaha mematahkan stereotip yang ada padanya juga patut diacungi empat jempol.

Ada juga Ocean yang pantang menyerah untuk memperjuangkan keinginannya, juga cintanya—gemesin banget bucinnya Ocean /nggak. Yap, Ocean-Basket-Keluarga adalah konflik Ocean di novel ini. I didn’t expect the conflict, nggak nyangka aja ternyata Ocean juga punya masalah yang cukup rumit.

The way Navid encouraging Shirin to be more confident in school juga gue suka. Apalagi ditambah dengan gabungnya Shirin ke grup breakdance yang dibuat Navid dan teman-temannya. Mereka sangat mendukung Shirin dalam hal apapun, termasuk breakdance dan hubungannya dengan Ocean.

Yang bikin gue kagum banget—sebenernya setiap baca/nonton buku/film west)—adalah cara mereka nge-handle situasi yang rumit banget (menurut gue). Like, they’re only 16 years old, same with me, tapi mereka udah bisa ngobrol hal-hal serius yang bahkan gue nggak kebayang gimana cara gue menyikapinya jika ada di situasi itu.

Intinya, gue seneng banget bisa baca buku ini sebagai buku full english pertama gue. Hehe. Semoga ke depannya gue nggak males lagi buat baca dan terus belajar.

And, here’s some quotes from the book 🙂 (P.S. pas gue mau copy quotes-nya, buku ini ilang dong dari library ePrestigo gue!!!!! huhuhuhu sedih banget book marks nya hilang semuaaaaa T____T)

Ya udah deh, dadahh T___T

Penulis:

just a speck of dust.

Tinggalkan komentar